Pajak Penghasilan PPh Pasal 22 : Pajak penghasilan dipungut oleh Bendaharawan pemerintah pusat/daerah, instansi atau lembaga pemerintah, maupun badan tertentu baik itu pemerintah maupun swasta terkait dgn pembayaran atas penyerahan barang.
A. PENGHASILAN TERUTANG PPH PASAL 22 YG DIPUNGUT PEMBELI
Penghasilan terutang PPh Pasal 22 yang dipungut oleh pembeli adalah :
(1)Penjualan brg ke bendaharawan pemerintah maupun BUMN/BUMD.
(2)Penjualan hasil pertanian.
Penjualan barang dari rekanan ke bendahara pemerintah maupun BUMN/BUMD
Penghasilan kotor yg diakui oleh rekanan adlh jumlah kotor setelah PPN (sesuai DPP) termasuk PPh Pasal 22 yg dipungut.
Contoh : CV. MADD (pihak rekanan) menjual komputer pada Kantor Pemkot dgn harga kotor termasuk PPN adlh sebesar Rp. 110.000.000
Berdasarkan transaksi tersebut, perhitungan penghasilan adlh :
Penjualan Kotor Rp. 110.000.000
PPN (10/110) Rp. 10.000.000
DPP Rp. 100.000.000
Penjualan Hasil Pertanian
Besarnya penghasilan yang diakui oleh penjual adalah jumlah kotor tidak termasuk PPN, tetapi termasuk PPh Pasal 22.
Contoh : PT. ABCD membeli karet mentah dari pengepul senilai Rp. 110.000.000 termasuk PPN, Penghasilan yang diakui pengepul adalah :
Penjualan kotor Rp. 110.000.000
PPN (10/100) Rp. 10.000.000
Penghasilan kotor Rp. 100.000.000
B. PENGHASILAN TERUTANG PPH PASAL 22 DIPUNGUT OLEH PENJUAL
Penghasilan pada penjualan industri-industri tertentu yang akan terutang PPh Pasal 22 tersebut antara lain pada penjualan produk industri: semen, kertas, baja dan otomotif.
Penghasilan pada Penjualan Industri Semen
Penghasilan yang harus diakui oleh penjual (pabrikan) dalam pembelian industri semen oleh pabrikan kepada distributor atau agen adalah penghasilan kotor tanpa PPN, dan tidak termasuk PPh Pasal 22.
Contoh : PT. RAJ menjual semen kepada PT. XYZ sebagai distributornya dengan harga jual termasuk PPN sebesar Rp. 220.000.000. Besarnya penghasilan yang menjadi dasar perhitungan PPh Pasal 22 adlh :
Penjualan kotor Rp. 220.000.000
PPN (10/100) Rp. 20.000.000
Penjualan kotor Rp. 200.000.000
Penghasilan dari Penjualan Industri Kertas
Penghasilan yg harus diakui oleh penjual (pabrikan) dalam pembelian industri kertas oleh pabrikan kepada distributor atau agen adlh penghasilan kotor tanpa PPN, dan tdk termasuk PPh Pasal 22.
Contoh : PT. KERTAS sebagai distributor kertas, membeli produk kertas sebesar Rp. 330.000.000 dari perusahaan PT. WEW. Besarnya penghasilan yg menjadi dasar perhitungan PPh Pasal 22 adlh :
Penjualan Kotor Rp. 330.000.000
PPN (10/110) x Rp. 30.000.000
Penjualan kotor Rp. 300.000.000
Penghasilan pada Penjualan Industri Otomotif
Penghasilan yang harus diakui oleh penjual sebagai pabrikan atau sebagai ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek), APM (Agen Pemegang Merek) serta sebagai importir umum dalam pembeliaan industri otomotif oleh distributor atau agen adalah penghasilan kotor tanpa PPN, dan tidak termasuk PPh Pasal 22.
Contoh : PT. XXX sebagai distributor otomotif membeli produk Toyota sebesar Rp. 990.000.000 dari PT. NNN sebagai ATPM Merek Tertentu. Besarnya penghasilan yang menjadi dasar pengenaan PPh Pasal 22 adalah :
Penjualan kotor Rp. 990.000.000
PPN (10/110) Rp. 90.000.000
Penjualan Rp. 900.000.000
PENGHASILAN YANG BERKAITAN PPH 22 DIBAYAR PEMBELI.
Penghasilan yang muncul pada saat dilakukannya pembelian dengan terutang PPh Pasal 22 yang harus dibayar sendiri oleh pembeli adalah pada : Pembelian impor dan pembelian migas.
Penghasilan pada Pembelian Impor.
Importir yang melakukan impor barang sudah dianggap mempunyai penghasilan, sehingga atas penghasilan tersebut sudah terutang PPh Pasal 22. Besarnya penghasilan yang menjadi dasar pengenaan PPh Pasal 22 impor adalah nilai impor beserta pungutan yang melekat dengan menggunakan kurs Menteri Keuangan.
Contoh : PT. Pratama mendatangkan bahan baku obat dari belanda senilai 1.100 USD dan kurs pajak dari Menteri Keuangan pada saat itu adalah sebesar Rp. 10.000 per USD, sedangkan kurs bank berkaitan transaksi tersebut adalah Rp. 9.500. Penghasilan yang menjadi dasar pemungutan PPh Pasal 22 adalah :
(100/110) x 1.100 USD x Rp. 10.000 = Rp. 10.000.000
Penghasilan Penjualan Migas Oleh Pertamina
Penghasilan yang harus diakui oleh PERTAMINA sebagai penjual dalam pembelian migas oleh agen PERTAMINA maupun swasta adalah penghasilan kotor tidak termasuk PPh Pasal 22. PPh Pasal 22 dipungut oleh penjual atas pembeli, sehingga PPh Pasal 22 tersebut merupakan milik pembeli, yaitu distributor atau agen, yang bersifat final untuk Pertamina dan tidak final untuk swasta.
• Bersifat final untuk agen Pertamina sehingga penghasilannya tidak perlu diperhitungkan lagi dan PPh Pasal 22 nya tidak dikreditkan.
• Bersifat tidak final untuk swasta, sehingga penghasilannya perlu diperhitungkan lagi dan PPh Pasal 22nya dapat dikreditkan.
Contoh : PT. Makmur Sentosa (sebuah SPBU swasta) yang pada tahun 2008 telah membeli premium kepada Pertamina senilai Rp. 2.000.000.000. Penghasilan yang menjadi dasar pengenaan PPh Pasal 22 adalah sebesar Rp. 2.000.000.000
PEMUNGUT DAN OBJEK PPh 22
Pemungut dan obyek pajak dalam hal ini adalah:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas impor barang;
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya,, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
- PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero);
- Bank-bank Badan Usaha Milik Negara,berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
7. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
8. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
9. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
10. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
11. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
12. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
• mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
• menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
TARIF PPH PASAL 22
1. Atas impor :
• Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
• Non-API = 7,5% x nilai impor;
• Yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
• Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
• Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
• Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
• Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
• Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
7. Atas penjualan
• Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
• Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
• Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
• Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
• Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yg tdk memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Psl 22.
PENGECUALIAN PEMUNGUTAN PAJAK BERDASARKAN PPH PASAL 22
1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
• Yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana mestinya;
• Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
• Berupa kiriman hadiah;
• Untuk tujuan keilmuan.
3. Pembayaran atas penyerahan brg yg dibebankan kpd belanja negara/daerah yg meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yg dipecah-pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon